| |
JAKARTA (Pos Kota) – Setelah petugas Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok menahan satu kontainer TEXU:5438204 berisikan tekstil dan elektronik, diperkirakan masih sekitar 50 kontainer barang serupa berada di lingkungan Terminal Petikemas Priok. Puluhan kontainer barang ilegal yang diimpor oleh PT LM yang diduga masih berada di di Priok antara lain bernomor ADNU 2412837, FSTU 4615759 dan ADNU 4427486. Menurut petugas dalam manifest atau dokumen disebutkan sebagai hair ornamen atau aksesoris rambut. Kasat Reskrim Polres KP3, AKP Ikbal mengaku masih memproses satu kontainer yang ditangkap beberapa waktu lalu. Mengenai kemungkinan ada kontainer lainnya bisa saja, namun dirinya belum menerima informasi. Sumber di Pelabuhan Tanjung Priok menyebutkan rencananya 50 kontainer tersebut sudah keluar sejak sebulan lalu, namun karena petugas Polres KPPP (Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan) Tanjung Priok telah menangkap lebih dulu satu kontainer, pemiliknya batal mengeluarkan yang lainnya. Saat penangkapan beberapa waktu lalu, PT LM importir jalur merah ini sempat diperiksa oleh oknum petugas pemeriksa Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok dan hasilnya 90 persen barang bersalah diketahui isinya tekstil dan elektronik, padahal dokumen disebutkan aksesoris rambut. Namun oleh oknum pemeriksa BC saat itu diizinkan keluar sampai akhirnya barang tersebut ditangkap kembali oleh Polres KPPP. Direktur Pencegahan dan Penyidikan (P2) Ditjen Bea dan Cukai Yusuf Indarto berjanji akan menyelidiki adanya kemungkinan puluhan kontener lainnya berisikan tekstil dan elektronik tersebut yang dalam dokumennya disebutkan aksesoris rambut. | |
(dwi/nk/B) |
Selasa, 27 Januari 2009
50 kontainer tekstil selundupan disembunyikan di Priok
Kamis, 15 Januari 2009
Bisakah pungli di Priok hilang
|
Terima suap Rp650 juta, 3 oknum Beacukai ditahan
Terima Suap Rp 650 Juta, 3 Oknum Bea Cukai Ditahan
Jakarta - 3 Oknum auditor Bea Cukai ditahan Direktorat Tipikor Mabes Polri. Mereka ditengarai menerima suap senilai Rp 650 juta.
"Mereka resmi kita periksa, kita tangkap, dan kita tahan pada 2 Juni 2008," kata Direktorat Tipikor Mabes Polri Brigjen Pol Yose Rizal di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Selasa (3/6/2008).
Yose menjelaskan modus ketiga tersangka ini yakni Bambang Sutrisno (tim auditor Bea Cukai), Hendry Effendi (tim auditor Bea Cukai), dan Adhi Yulianto (tim auditor Bea Cukai).
Pada Oktober 2003, mereka melakukan audit pada PT Katsushiro Indonesia yang beralamat di Cikarang, Bekasi, terkait impor barang berupa baja untuk periode 1 Januari 2002 - 31 Desember 2003. Mereka didampingi karyawan PT Katsushiro, bernama Wayan Sudiartha, Hamid Astho, Bhakti Wiwoho, dan Ninik Saptorini.
Pada April 2004, tersangka Hendry Effendi memberitahukan melalui telepon kepada karyawan Katsushiro bahwa terjadi kekurangan pembayaran senilai Rp 1,7 miliar.
Nah cerita punya cerita akhirnya terjadilah transaksi untuk mengecilkan nilai temuan kekurangan pembayaran. "Akhirnya tim auditor sepakat untuk memperkecil temuan tersebut dengan meminta imbalan uang," jelas dia.
Dan pada 17 Mei 2004, tim auditor mengirimkan temuan hasil audit yang sudah diubah menjadi Rp 9 juta. "Dan seorang karyawan saudara Budi Setyo Utomo memerintahkan Wayan Sudiarta pada 21 Mei 2004 untuk mencairkan cek sebesar Rp 650 juta dan agar diserahkan ke auditor," jelasnya.
Kini para tersangka ditahan dan tengah menjalani pemeriksaan. "Kita sita fotokopi cek, bukti transfer serta lainnya," tegas dia.
kasus sewa crane Rp 17 miliar di PT JICT dan kasus kelebihan pembayaran kepada pejabat di Pelindo Rp 97 juta.
Kasus lainnya, bon kasir di PT Pelindo Rp 44 juta,
pengadaan dua unit kapal tunda PT Pelindo II sebesar US$ 149,9 ribu, pekerjaan docking kapal tunda di PT Pelindo II Rp 1,244 miliar d
Dugaan Korupsi BUMN
Sewa Crane JICT Rugikan Rp 83 M
Pejabat BC ditahan KPK, 6 lainnya dicekal
Johan menerangkan, Agus adalah satu-satunya tersangka dalam kasus dugaan korupsi di tubuh Bea Cukai, Tanjung Priok, Jakarta. Agus ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan bulan Oktober 2008.Agus Syafiin Pane merupakan pejabat pemeriksa dokumen di Bea Cukai dan salah satu pejabat yang masuk dalam daftar enam orang yang dicegah untuk bepergian ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM.
Dalam surat permohonan pencegahan KPK ke Depkumham bernomor KEP 361/01/10/2008 tertanggal 10 Oktober 2008, KPK juga memasukkan nama Natigor Pangapul Manalu, Piyossi, Eddy Iman Santoso, Pangihutan Manahara Uli Marpaung, dan Hilda Sumandi sebagai orang yang dicegah bepergian ke luar negeri.Nama terakhir adalah seorang ahli pabean dari PT Gemilang Ekspprindo, sedangkan lima lainnya adalah rekan Agus Syafiin Pane yang juga pejabat pemeriksa dokumen di kantor Bea Cukai Tanjung Priok.
Johan Budi menegaskan, sejauh ini KPK baru menetapkan satu orang tersangka. ''Bisa saja ada tersangka lain, tergantung pengembangan penyidikan,'' imbuh Johan.Terhadap Agus Syafiin Pane, lanjut Johan, penyidik menjeratnya dengan menggunakan pasal-pasal penerimaan gratifikasi. ''Pasalnya, Pasal 11 dan Pasal 12 (UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), dugaan penerimaan uang Rp 105 juta yang berkaitan dengan tugas dan jabatannya,'' papar Johan.
Kasus ini sempat mendapat perhatian masyarakat ketika KPK menemukan uang ratusan juta rupiah di meja-meja pelayanan bea cukai dalam inspeksi mendadak (sidak) di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara.Sidak tersebut dilakukan oleh tim gabungan KPK dan tim kepatuhan internal Ditjen Bea Cukai. Sedikitnya 50 orang anggota tim gabungan menggelar sidak di setiap meja kerja di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tanjung Priok tersebut. Ke-50 orang itu terbagi dalam dua tim. Masing-masing tim memeriksa jalur impor bagi importir yang hanya memerlukan pemeriksaan dokumen (jalur hijau) dan jalur impor bagi importir yang memerlukan pemeriksaan dokumen dan fisik barang (jalur merah).
Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, M Jasin, yang juga turut dalam sidak itu mengatakan, tim gabungan berhasil menemukan sejumlah amplop berisi uang di beberapa meja kerja. Uang yang ditemukan itu diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah. ''Hasil sementara, ada beberapa amplop dari beberapa perusahaan,'' katanya.
Menurut Jasin, beberapa amplop tertera tulisan jenis dokumen, nama perusahaan, dan peruntukan uang, misalnya 'uang makan'.Jasin memerinci, isi dari amplop-amplop itu bervariasi. Tim gabungan menemukan sejumlah amplop yang berisi uang Rp 4 juta, Rp 5 juta, dan Rp 14 juta. ''Ada juga yang dalam bentuk dolar,'' kata Jasin.Informasi yang diterima oleh Jasin, sedikitnya ditemukan uang Rp 75 juta di jalur hijau dan Rp 100 juta di jalur merah.Selain menemukan uang di dalam amplop, menurut Jasin, tim juga menemukan beberapa lembar bukti transfer. ade/ant
sewa crane JICT salahi prosedur negara rugi Rp83,72 miliar
"Kasus ini sekarang sudah diserahkan ke Mabes Polri, dan mereka telah melakukan pemanggilan terhadap beberapa saksi kunci," kata sumber di kementerian BUMN.
Perhitungan kerugian negara itu berasal dari pengalihan 49 persen kepemilikan saham Pelindo II di JICT dikalikan dengan pengeluaran yang telah dilakukan oleh JICT sebesar Rp 17,086 miliar.
Disebutkan, awal penyewaan 2 crane kontainer tersebut berawal dari impor 2 crane bekas dengan kualitas sangat buruk oleh PT Ocean Terminal Peti Kemas (OTP). Crane itu kemudian disewakan kepada JICT sebesar US$ 125 ribu per bulan dengan ketentuan PT JICT melakukan sendiri rekondisi yang akan menghabiskan dana Rp 3 miliar per crane.
Karena kondisi crane yang rusak berat, salah satu crane meski telah direkondisi dengan memakan biaya Rp 3 miliar tetap saja tidak dapat digunakan. Sementara satu crane lain setelah direkondisi ternyata hanya memiliki kemampuan penggunaan rata-rata 20 persen.
Penyewaan crane ini jika dibandingkan dengan penyewaan crane oleh PT JICT kepada PT Baruna Adi Prasetya dan PT Pelindo II terlalu mahal. JICT menyewa crane pada PT Baruna Adi Prasetya hanya dengan biaya US$ 60 ribu dan dari PT Pelindo II dengan harga yang hampir sama dengan tingkat kemampuan produksi 100 persen.
Meski kedua crane tergolong rusak berat, ternyata PT JICT tetap membayar biaya sewa yang keseluruhannya mencapai US$ 1,205 juta atau sekitar Rp 17,096 miliar (kurs Rp 9.200 per dolar AS).
Menurut sumber tersebut, penyimpangan yang dilakukan dalam sewa menyewa crane meliputi pembayaran fiktif, penyimpangan prosedur dan pembengkakan harga sewa crane. Saat ini kepemilikan PT JICT adalah PT Pelindo II (49 persen) dan OTP (51 persen).
Kerugian yang terjadi JICT ini merupakan salah satu dari 30 tindak pidana korupsi yang tengah ditelusuri Kementerian BUMN, dengan nilai kerugian negaranya lebih dari Rp 2,63 triliun.
Dari sekian banyak kasus korupsi itu, 2 kasus telah dilimpahkan yakni kasus kredit macet Domba Mas Grup di BRI kepada KPK dan kasus sewa crane container fiktif di PT JICT telah dilimpahkan ke Mabes Polri.
Bisakah pungli di Priok hilang
|
Selasa, 23 Desember 2008
3.200 PPJK diblokir banyak dimiliki mantan pejabat BC
JAKARTA- Direktorat Jenderal Bea Cukai telah menertibkan 3.200 Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) dulu ekspedisi dari 5.000 PPJK yang terdaftar.
Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi menjelaskan ribuan PPJK yang ditertibkan itu kebanyakan pelakunya adalah mantan pejabat Bea dan Cukai. Sedangkan penertiban instruksi dari Menkeu Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Tim Pengarah Persiapan NSW (Sistem National Single Window).
"Mereka yang ditertibkan karena tidak transparan terhadap pemilik barang. Misalnya dalam melakukan custom clearance tidak jelas," ujar Dirjen Anwar saat Peluncuran Implementasi Tahap III NSW oleh Menkeu. NSW adalam system komputerisasi (IT) menghilangkan kontak person, semua dokumen lewat IT.
Saat ini jumlah importir yang terdaftar di lima pelabuhan utama (Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Belawan, dan Bandara Soetta) tercatat sebanyak 18.737, namun dari jumlah itu yang aktif hanya 4.852 importir.
Rencananya mulai Selasa kemarin (23/12) NSW impor diberlakukan melayani aktivitas impor melalui pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas, sementara di Tanjung Perak, Belawan, dan Bandara Soetta dilakukan secara terbatas untuk importir dan PPJK yaitu sekira 10 persen dari total importir dan PPJK.
Tahun 2008 NSW direncanakan akan bertambah sembilan, sehingga menjadi 14. Namun instansi pemerintah yang baru benar-benar siap melaksanakan hanya tiga yaitu Ditjen Kefarmasian dan Alat kesehatan Depkes, Ditjen Postel Depkominfo, dan Bappeten. (dwi)