Jumat, 11 Juli 2008

Importir protes denda beacukai priok

JAKARTA: Sejumlah importir umum dan produsen mengeluhkan pengenaan sanksi berupa denda administrasi kepabeanan untuk peti kemas impor yang masuk pemeriksaan fisik jalur merah di Pelabuhan Tanjung Priok.Ketua Umum Ikatan Importir Eksportir Indonesia Amalia Achyar mengatakan pengusaha keberatan terhadap kebijakan denda itu.

Denda ditanggung oleh importir yang dihitung dari nilai bea masuk yang kurang dibayarkan tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu dari Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok.Menurut dia, organisasinya banyak menerima keluhan dari importir di Pelabuhan Priok mengenai sanksi itu. Kondisi itu berlangsung setelah penggeledahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke KPU Bea Cukai Tanjung Priok, beberapa waktu lalu.

Dia menuturkan setelah penggeledahan KPK, instansi Bea dan Cukai di pelabuhan itu mengambil jalan pintas dengan langsung menerbitkan surat pemberitahuan kekurangan pembayaran bea masuk (SPKPBM) terhadap dokumen impor barang yang diajukan importir.Dengan begitu, importir diharuskan membayar denda sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No.28/ 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan."Akibatnya, importir tidak diberi kesempatan membela diri karena tidak pernah diberitahukan nilai denda serta perhitungannya seperti apa. Kalaupun mengajukan keberatan, prosesnya sangat lama dan perlu jaminan. Itu pun belum tentu barang kami bisa cepat keluar dari pelabuhan," katanya kepada Bisnis, kemarin.

Amalia memaparkan sebelum penggeledahan KPK ke KPU Bea Cukai Priok, instansi itu memproses penetapan denda administrasi atas kekuarangan pembayaran bea masuk melalui beberapa tahap.Dalam hal ini, lanjutnya, setelah importir menyerahkan dokumen pemberitahuan impor barang (PIB), importir memperoleh informasi nilai pabean (INP) setelah dilakukan pemeriksaan dokumen oleh petugas fungsional pemeriksa dokumen Bea dan Cukai.Selanjutnya, importir menyerahkan deklarasi nilai pabean (DNP) kepada Bea dan Cukai untuk dilakukan pengecekan kembali sebelum dikeluarkannya penetapan denda administrasi akibat kekurangan pembayaran bea masuk tersebut.

Menurut dia, dengan tidak lagi diterbitkannya INP oleh petugas pemeriksa dokumen Bea Cukai sangat menyulitkan bagi importir untuk mengetahui nilai pabean yang harus ditanggung."Saat ini, importir tidak pernah lagi memperoleh informasi nilai pabean tersebut. Tetapi, langsung dikenakan denda jika terjadi kekurangan pembayaran bea masuk. Bahkan, ada yang terkena denda 1.000%," ujarnya.

DibantahKushari Supriyanto,
Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, saat dikonfirmasi Bisnis membantah instansinya tidak lagi menerbitkan INP. Dia mengatakan sesuai dengan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai No.P.01/BC-2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Nilai Pabean, bea masuk ditentukan berdasarkan kriteria importirnya.

Adapun, dokumen INP ataupun DNP diterbitkan bagi impor yang melalui pemeriksaan jalur merah. Untuk impor barang yang masuk kategori berisiko tinggi dokumen INP dan DNP tidak akan diterbitkan, sedangkan yang tergolong berisiko sedang, dokumennya tetap diterbitkan.Dalam PP No.28/ 2008 disebutkan apabila ada kekurangan sampai 25% dari bea masuk yang harus dibayarkan, importir dikenakan denda 100% dari kekurangan bea masuk.

Sementara itu, jika ada kekurangan di atas 25% dari bea masuk, dikenakan denda 200% dan kekurangan di atas 50% sampai 75% akan dikenakan denda 400%. Selain itu, jika importir kurang membayar bea masuk di atas 100% dari yang ditetapkan, akan dikenakan denda administrasi 1.000% atau sepuluh kali lipat dari kekurangan bea masuk itu.Ketua Bidang Kepabeanan DPW Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Widijanto mengatakan pemerintah perlu meninjau ulang pengenaan denda administrasi kekurangan nilai pabean tersebut untuk menggairahkan dunia usaha kepelabuhanan. (k1)

Tidak ada komentar: