Jumat, 11 Juli 2008

Kinerja Bea Cukai Priok dinilai buruk

JAKARTA: Kalangan pengusaha menilai kinerja Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok semakin buruk dan kini mulai menimbulkan biaya tambahan dan denda yang membebani importir produsen.Untuk itu, pemerintah didesak menerapkan kembali inspeksi pra pengapalan atau preshipment inspection (PSI) untuk menghindari biaya penimbunan di pelabuhan, biaya keterlambatan pemakaian peti kemas (demurrage), dan biaya pemindahan lokasi penimbunan atau overbrengen yang membebani pemilik barang.

"Biaya barang tertahan di pelabuhan kini jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar PSI," ujar Toto Dirgantoro, Ketua Dewan Pemakai Jasa Angkutan Indonesia (Depalindo), , kemarin.Kinerja KPU Bea dan Cukai yang makin buruk itu, kata Toto, terbukti dari data PT Jakarta International Container Terminal (JICT) per 9 Juli yang menyebutkan dari 804 boks atau 1.211 TEUs peti kemas jalur merah yang diperiksa, hanya 77 boks atau 124 TEUs yang mendapatkan SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) dari Bea Cukai."

Artinya, setiap hari hanya 6% dokumen jalur merah yang mendapat SPPB atau dokumen yang mampu diproses oleh Bea Cukai. Sisanya masih tertahan atau dalam proses penetapan harga," tuturnya.MengecewakanKetua Bidang Kepelabuhanan, Kepabeanan, dan Transportasi Depalindo Irwandy M. A. Rajabasa menilai kinerja KPU Bea Cukai Tanjung Priok mengecewakan sejak penggeledahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 30 Mei lalu."Jika KPU Priok tidak mampu meningkatkan kembali kinerjanya, lebih baik diterapkan saja sistem PSI. Importir mungkin lebih baik membayar untuk PSI daripada dibebani biaya tinggi seperti sekarang," ujarnya.

Toto mengungkapkan dokumen impor dan ekspor yang masuk ke KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok sekitar 2.500 per hari, di mana 30% atau 750 dokumen di antaranya masuk pemeriksaan jalur merah."Proses pemeriksaan itu paling lama lima hari kalau tidak ada masalah. Itu sebelum ada penggeledahan oleh KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi], tetapi setelah itu prosesnya butuh waktu paling cepat tujuh hari."Proses yang paling lama, paparnya, adalah penetapan harga, apabila proses dokumen dan pemeriksaan fisik barang bisa dilaksanakan satu hari.

"Kenyataannya, kini banyak dokumen yang terkena tambah bayar dan denda koreksi yang besarannya sampai dengan 1.000%, jadi sudah tidak masuk akal lagi," ujarnya.Toto mengatakan peti kemas impor yang terkena sanksi itu kini tertimbun di pelabuhan. Jadi dari 750 dokumen pemeriksaan jalur merah, hanya 30% yang mampu diproses dan tidak menemui masalah, sisanya sekitar 500 dokumen setiap hari tertahan. "apabila satu dokumen mewakili dua peti kemas saja, berarti setiap hari tertahan 1.000 peti kemas di pelabuhan sejak penggeledahan KPK hingga sekarang."Selain pelayanan dokumen impor jalur merah buruk, pelayanan dokumen perbaikan daftar muatan atau redress manifest yang diajukan oleh pelayaran juga dinilai masih lamban.

Tidak ada komentar: