Jumat, 20 Juni 2008

Lamban periksa dokumen, 1.986 petikemas impor jalur merah tertahan di Priok


Stock Kontener di tempat pemeriksaan Jalur Merah 17 Juni 2008

BOXES
TEUS
YOR
Stock Kontener
1.349
1.986
113%
Kontener yang belum di Periksa
602
866
48,11%
Kontener yang telah di periksa
747
1.12
62%
Delivery
27
35
_
Sumber: TPS Graha Segara-diolah





JAKARTA: Sedikitnya 1.986 petikemas impor jalur merah tertahan di pelabuhan Tanjung Priok kemarin akibat lamban dalam proses pemeriksaan dokumen pengeluaran barang di Kantor Pelayanan Utama (KPU) Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok. Kondisi itu menimbulkan kepadatan di terminal petikemas tersibuk di Indonesia itu sehingga berpotensi melumpuhkan perekonomian nasional.
Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, membantah tertahannya petikemas impor itu karena proses dokumen di instansinya lamban. Bahkan dia mengatakan sebenarnya proses pengurusan dokumen di Bea dan Cukai sudah normal dan pihaknya menerapkan aturan secara konsisten.”Tetapi PPJK dan importir yang tidak patuh mulai ‘gerah’ sehingga menahan barang untuk tidak segera dikeluarkan dari pelabuhan,”ujarnya kepada Bisnis melalui telpon selulernya dari Laos Kamboja.
Kushari Supriyanto Kepala KPU Tanjung Priok mengakui ribuan boks petikemas jalur merah di pelabuhan terhambat keluar dan segera dicarikan jalan keluar. “Kita langsung adakan rapat untuk membahas permasalahan tersebut,”ujarnya.
Widijanto, Ketua Bidang Kepabeanan DPW Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta mengungkapkan belakangan ini proses pengurusan dokumen pengeluaran barang jalur merah hingga keluarnya Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) membutuhkan waktu rata-rata tujuh sampai 10 hari, dan itu belum lagi apabila terkena denda (notul) bisa melebihi 14 hari. “Saat ini untuk menunggu pejabat fungsional pemeriksa barang memakan waktu tiga sampai empat hari.Padahal proses pemeriksaan barang hanya dibutuhkan satu sampai dua hari. Kemudian untuk menentukan bea masuk, butuh waktu tiga hari,”paparnya.
Perusahaan forwarder di pelabuhan Tanjung Priok juga mendesak agar KPU mempercepat proses pemeriksaan dokumen dan fisik barang dengan menambah jumlah personel.”Pemeriksaan boleh teliti sepanjang ada kepastian dan standar waktu pelayanan,”tegasnya.
Pihak Gafeksi, kata dia, sudah menyurati KPU Tanjung Priok untuk bertemu membahas hambatan pengeluaran barang impor dari pelabuhan, namun hingga kini belum mendapat respon.
Berdasarkan laporan pengelola Tempat Penimbunan Sementara (TPS) Graha Segara, pasca penggeledahan KPK ke KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok pada 30 Mei lalu, pengeluaran barang jalur merah (dilevery) sudah mencapai 3.012 TEUs atau rata-rata 177 TEUs perhari, dan pada hari libur hanya mencapai 10 TEUs hingga 20 TEUs. Padahal sebelumnya dilevery rata-rata mencapai 250 TEUs hingga 300 TEUs perhari.
Laporan itu juga menyebutkan penyebab tingginya YOR di TPS tersebut karena petikemas pemeriksaan jalur merah (PJM) yang sudah direlokasikan dari Jakarta International Container Terminal (JICT) tidak segera dilakukan pemeriksaan (behandle). Selain itu petikemas yang sudah diperiksa tidak langsung dibuatkan SPPB, dan petikemas yang sudah mengantongi SPPB tidak segera dikeluarkan oleh pemilik barang. Ada dugaan, pemilik barang lebih memilih menimbun petikemasnya di TPS jalur merah ketimbang harus di over brengen atau PLP (Pemindahan Lokasi Penumpukan) ke TPS tujuan di dalam maupun luar pelabuhan.
Kemudian pemilik barang dan PPJK lebih memilih jalur merah daripada jalur hijau karena jalur hijau terkena sanksi PLP yang biayanya per kontener sebesar Rp.1.560.000 untuk petikemas 20 kaki dan Rp.2.016.000 terhadap petikemas 40 kaki.Sedangkan yang masuk jalur merah tidak terkena sanksi PLP yang memakan biaya sebesar itu.
Sementara itu, kemarin Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida meninjau langsung jalur distribusi dan menyaksikan sendiri tingkat kepadatan petikemas impor di terminal JICT, TPK Koja, terminal konvensional serta Car Terminal pelabuhan Tanjung Priok.

Tidak ada komentar: