Jumat, 20 Juni 2008

Lapangan peti kemas di Priok ditargetkan normal akhir pekan ini

JAKARTA: Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok menggenjot proses pemeriksaan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan pemeriksaan fisik peti kemas jalur merah dengan target penyelesaian 380 dokumen per hari.

Instansi itu memproyeksikan kepadatan peti kemas impor di tempat penimbunan sementara (TPS) jalur merah di pelabuhan itu segera normal sebelum akhir pekan ini.

"Pengurusan dokumen sudah berjalan normal, begitu juga pemeriksaan fisik barang sudah dipercepat, sedangkan untuk mengetahui penyebab kepadatan peti kemas yang sudah diperiksa di jalur merah hingga saat ini ditangani oleh tim internal kami dari unsur penindakan dan penyidikan serta pabean," kata Kushari Supriyanto, Kepala KPU Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok kepada Bisnis, kemarin.

Dia mengungkapkan hal itu menanggapi adanya ribuan boks peti kemas impor pemeriksaan jalur me rah yang sudah mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB), namun tidak langsung dilakukan pengiriman atau delivery.

"Yang pasti, tim kami sedang meneliti hal itu. Namun, kalau menyangkut delivery peti kemas yang sudah seharusnya dikeluarkan dari pelabuhan, itu bukan lagi menjadi urusan Bea Cukai, melainkan kewenangan TPS bersangkutan dan pemilik barang kenapa tidak langsung dikeluarkan dari pelabuhan," ujarnya.

Mulai normal

Menurut Kushari, tingkat kepadatan peti kemas atau yard occupancy ratio (YOR) di sejumlah terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok kemarin mulai normal, bahkan di bawah batas maksimal YOR sebesar 85%.

Berdasarkan laporan operator terminal peti kemas dan pantauan petugas Bea dan Cukai di lapangan, YOR di Jakarta International Container Terminal (JICT) kemarin tercatat 77%, Terminal Peti Kemas (TPK) Koja 79,52%, Mustika Alam Lestari (MAL) 83,12%, TPS Dwipa 44,83%, dan TPS Graha Segara yang mengoperasikan areal untuk pemeriksaan jalur merah 111,31%. Sementara itu, YOR untuk peti kemas impor jenis berpendingin atau reefer 46%.

Kondisi tersebut, kata Kushari, jauh dari batas normal jika dibandingkan dengan kondisi pada 29 Mei, di mana YOR di JICT mencapai 78%, MAL 107%, TPK Koja 101%, TPS Dwipa 62%, TPS Graha Segara 88%, dan peti kemas reefer 62%.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) Suryantono mengatakan kepadatan peti kemas impor jalur merah juga disebabkan keterbatasan areal penumpukan dan lahan pemeriksaan di jalur itu.

Selain itu, sejumlah importir umum dan forwarder juga diduga sebagai pemicu tertahannya ribuan peti kemas impor yang masuk jalur merah di Pelabuhan Tanjung Priok karena sengaja tidak mengeluarkan barang meski telah mengantongi SPPB dari Bea dan Cukai.

Ketua Umum Ikatan Importir Eksportir Indonesia (IIEI) Amelia Achyar mengatakan aparat Ditjen Bea dan Cukai harus segera menindak importir umum dan perusahaan forwarder yang sengaja menahan barang impor di Pelabuhan Priok karena dikhawatirkan akan memperparah stagnasi di pelabuhan itu.

"Praktik membiarkan peti kemas berlama-lama di pelabuhan ditengarai kerap dilakukan oleh perusahaan forwarder nakal yang menjadi kepanjangan tangan dari importir umum. Ini harus ditindak tegas karena mengancam perekonomian nasional."

Dia menjelaskan pemindahan lokasi penumpukan atau overbrengen ke tempat penimbunan sementara tidak bisa dilakukan untuk peti kemas yang sudah diperiksa dan mengantongi SPPB. Hal itu mengakibatkan ribuan peti kemas masih menumpuk di TPS jalur merah di Pelabuhan Priok.

Ketua Bidang Kepabeanan DPW Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) DKI Jakarta Widijanto mengatakan pihaknya juga mendukung penertiban terhadap importir umum dan perusahaan forwarder nakal yang menjadi biang keladi terjadinya stagnasi di Pelabuhan Priok. (k1/

Tidak ada komentar: